MENGENAL JENIS-JENIS KOPI DI INDONESIA


Tanaman kopi berasal dari Benua Afrika yang kemudian menyebar ke seluruh dunia.  Penyebarannya meliputi Amerika Latin, Asia-Pasifik dan Afrika.  Tanaman ini bisa tumbuh dengan baik di daerah yang beriklim tropis dan sub-tropis, meliputi dataran tinggi maupun dataran rendah. 

Budidaya kopi menghasilkan biji kopi yang kemudian diolah menjadi bubuk kopi.  Bubuk kopi inilah yang kemudian menjadi bahan minuman maupun bahan pangan lainnya. 

Jenis-jenis Kopi
Ada banyak jenis kopi di seluruh dunia.  Namun hanya empat jenis kopi yang dibudidayakan dan diperdagangkan secara massal.  Sebagian jenis yang lain hanya dikoleksi di pusat-pusat penelitian dan ditanam secara terbatas, sedangkan sebagian yang lain masih tumbuh secara liar di alam.

Empat jenis kopi yang dibudidayakan adalah jenis kopi arabika, kopi robusta, kopi excelsa dan kopi liberika.  Kopi yang paling popular adalah kopi arabika. Para penikmat kopi menilai tinggi jenis kopi ini. Sekitar 70% jenis kopi yang beredar di pasar dunia adalah kopi arabika. Disusul jenis kopi robusta menguasai 28%, sisanya adalah kopi liberika dan excelsa. 

1.  Kopi Arabika
Kopi arabika (Coffea arabica) merupakan jenis kopi yang paling disukai karena rasanya dinilai paling baik. Jenis kopi ini disarankan untuk ditanam di ketinggian 1000-2100 meter dpl. Namun masih bisa tumbuh baik pada ketinggian diatas 800 meter dpl. Bila ditanam di dataran yang lebih rendah, jenis kopi ini sangat rentan terhadap penyakit HV.

Arabika akan tumbuh optimal pada kisaran suhu 16-20oC. Untuk mendapatkan hasil panen yang baik, kopi arabika membutuhkan bulan kering sekitar 3 bulan/tahun. Arabika mulai bisa dipanen setelah berumur 4 tahun. Dengan produktivitas rata-rata sekitar 350-400 kg/ha/tahun. Namun bila dipelihara secara intensif bisa menghasilkan hingga 1500-2000 kg/ha/tahun.

Apabila telah matang, buah arabika berwarna merah terang. Buah yang telah matang mudah sekali rontok, jika dibiarkan buah tersebut akan menyerap bau-bauan yang ada ditanah sehingga mutunya turun. Arabika sebaiknya dipanen sebelum buah rontok ke tanah. Rendemen atau prosentase antara buah yang panen dengan biji kopi (green bean) yang dihasilkan sekitar 18-20%.
Para petani kopi arabika biasa mengolah buah kopi dengan proses basah. Meski memerlukan biaya dan waktu lebih lama, tapi mutu biji kopi yang dihasilkan jauh lebih baik.

2.  Kopi Robusta
Kopi robusta (Coffea canephora) lebih toleran terhadap ketinggian lahan budidaya. Jenis kopi ini tumbuh baik pada ketinggian 400-800 m dpl dengan suhu 21-24oC. Buididaya jenis kopi ini sangat cocok dilakukan didataran rendah dimana kopi arabika rentan terhadap serangan penyakit HV. Dahulu setelah ada serangan penyakit HV yang masif, pemerintah kolonial me-replanting tanaman kopi arabika dengan kopi robusta.

Jenis kopi robusta lebih cepat berbunga dibanding arabika. Dalam waktu sekitar 2,5 tahun robusta sudah mulai bisa dipanen meskipun hasilnya belum optimal. Produktivitas robusta secara rata-rata lebih tinggi dibanding arabika yakni sekitar 900-1.300 kg/ha/tahun. Dengan pemeliharaan intensif produktivitasnya bisa ditingkatkan hingga 2000 kg/ha/tahun.

Untuk berbuah dengan baik, jenis kopi robusta memerlukan waktu panas selama 3-4 bulan dalam setahun dengan beberapa kali hujan. Buah robusta bentuknya membulat dan warna merahnya cenderung gelap. Buah robusta menempel kuat di tangkainya meski sudah matang. Rendemen kopi robusta cukup tinggi sekitar 22%.
Para penggemar kopi menghargai robusta lebih rendah dari arabika. Karena harganya yang murah, para petani seringkali mengolah biji kopi robusta dengan proses kering yang lebih rendah biaya.

3.  Kopi Excelsa
Kopi excelsa (Coffea excelsa) merupakan salah satu jenis kopi yang paling toleran terhadap ketinggian lahan. Kopi ini bisa tumbuh dengan baik didataran rendah mulai 0-750 meter dpl. Selain itu, kopi excelsa juga tahan terhadap suhu tinggi dan kekeringan.

Pohon kopi excelsa bisa menjulang hingga 20 meter. Bentuk daunnya besar dan lebar dengan warna hijau keabu-abuan. Kulit buahnya lembut, bisa dikupas dengan mudah oleh tangan. Kopi excelsa memiliki produktivitas rata-rata 800-1.200 kg/ha/tahun. Kelebihan lain jenis kopi excelsa adalah bisa tumbuh di lahan gambut. Di Indonesia, excelsa ditemukan secara terbatas di daerah Tanjung Jabung Barat, Jambi.

4.  Kopi Liberika
Kopi liberika (Coffea liberica) bisa tumbuh dengan baik didataran rendah dimana robusta dan arabika tidak bisa tumbuh. Jenis kopi ini paling tahan pada penyakit HV dibanding jenis lainnya. Mungkin inilah yang menjadi keunggulan kopi liberika. Ukuran daun, percabangan dan tinggi pohon jenis kopi liberika lebih besar dari arabika dan robusta.

Kopi liberika mutunya dianggap lebih rendah dari robusta dan arabika. Ukuran buahnya tidak merata, ada yang besar ada yang kecil bercampur dalam satu dompol. Selain itu rendemen kopi liberika juga sangat rendah yakni sekitar 12%. Hal ini yang membuat para petani malas menanam jenis kopi ini.

Produtivitas jenis kopi liberika ada pada kisaran 400-500 kg/ha/tahun. Liberika dapat berbunga sepanjang tahun dan cabang primernya dapat bertahan lebih lama. Dalam satu buku bisa berbunga lebih dari satu kali. Di Indonesia, jenis kopi ini ditanam di daerah Jawa dan Lampung.

Sumber : http://alamtani.com/jenis-kopi.html

Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia 2019: Merawat Bumi, Merawat Masa Depan


Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia atau World Day to Combat Desertification (WDCD) ditetapkan berdasarkan resolusi Majelis Umum PBB A/RES/49/115 pada Tanggal 19 Desember 1994.  Resolusi tersebut merupakan salah satu komitmen terhadap Pasal 12 dari Agenda 21 yaitu mengelola ekosistem yang rapuh terhadap penggurunan dan kekeringan (Managing Fragile Ecosystem: Combating desertification and drought).  Ekosistem yang rapuh merupakan ekosistem yang penting, dengan fitur dan sumber daya yang unik. Ekosistem ini meliputi gurun, tanah semi-kering, gunung, lahan basah, pulau-pulau kecil dan daerah pesisir tertentu. Sebagian besar ekosistem ini memiliki cakupan regional, karena melampaui batas-batas nasional (The General Assembly, 1995).
WDCD bertujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang masalah degradasi lahan. Misi yang diemban adalah untuk mengingatkan manusia bahwa diperkirakan pada tahun 2025, paling tidak ada 1,8 milyar orang yang akan mengalami kelangkaan air, dan 2/3 penduduk dunia akan hidup dalam kondisi kekurangan air, pada tahun 2045 sekitar 135 juta orang akan berpindah tempat diakibatkan penggurunan.  Peringatan ini juga ingin mengingatkan bahwa dengan melakukan perbaikan kualitas tanah dari ekosistem yang telah terdegradasi memiliki potensi penyerapan karbon sebanyak 3 milyar ton per tahun (Kehati, 2019)
Tema yang diangkat dalam tahun 2019 ini adalah “Lets Grow The Future Together” atau “Mari Kembangkan Masa Depan Bersama”.  Saat ini planet yang diketahui dapat dihuni oleh umat manusia hanya planet bumi, karenanya sangatlah sesuai jika masa depan dibangun bersama-sama untuk menghindari kerusakan bumi yang mengurangi daya dukung kehidupan manusia. Untuk di Indonesia tema yang diangkat sangatlah relevan mengingat bahwa urusan terkait degradasi lahan dan kekeringan menjadi permasalahan yang harus dicarikan solusinya secara bersama-sama.  Di Indonesia degradasi lahan diakibatkan oleh banyak sebab, pertambahan jumlah populasi manusia, kemiskinan, bencana alam, penggunaan dan pengelolaan lahan yang tidak tepat, penggunaan bahan kimia yang berlebihan, proses reklamasi dan rehabilitasi pasca tambang yang tidak dilakukan dengan kaidah dan aturan yang berlaku (Kehati, 2019).
Menurut Renstra Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Tahun 2015-2019, ada 15 DAS Prioritas yang menjadi fokus perhatian pemerintah, yaitu:  DAS Asahan Toba, DAS Siak, DAS Musi, DAS Sekampung, DAS Cisadane, DAS Citarum, DAS Ciliwung, DAS Serayu, DAS Solo, DAS Brantas, DAS Moyo, DAS Jeneberang, DAS Saddang, DAS Kapuas dan DAS Limboto Bone Bolango. 

Referensi:
Kehati. (2019). Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia 2019: Kurangi Kerusakan Bumi Indonesia. Retrieved June 24, 2019, from http://kehati.or.id/kurangi-kerusakan-bumi-indonesia/

The General Assembly. (1995). General Assembly (Vol. I). Rio de Janeiro.

Peraturan Perundang-undangan Dalam Pengelolaan Hutan Lindung


Gambar : http://foresteract.com

Ekosistem hutan sudah sejak lama ditahbiskan mempunyai peran penting sebagai sistem penyangga kehidupan.  Berdasarkan fungsinya, ada beberapa jenis hutan yaitu hutan lindung, hutan konservasi dan hutan produksi. Stabilitas ekosistem hutan akan mempengaruhi stabilitas ekologi, yang pada gilirannya mempengaruhi stabilitas ekonomi dan sosial budaya.  Pengetahuan manusia terhadap ketiga aspek stabilitas tersebut akan mendorong perubahan pemahaman manusia terhadap pengelolaan hutan dan lahan. 

Keberadaan peraturan perundang-undangan menjadi instrument penting dalam pengelolaan hutan dan lahan.  Prinsip transparansi, partisipasi, akuntabilitas dan koordinasi menjadi penting untuk menjamin bahwa pengelolaan hutan lindung berada pada jalur yang benar dan demi kemaslahatan manusia.  Beberapa aturan terkait dengan pengelolaan hutan lindung baik pada tingkat internasional maupun nasional antara lain:
1.               Prinsip Internasional
Pentingnya tata kelola hutan yang baik dimulai sejak sejak pertemuan pembangunan berkelanjutan yang merupakan hasil dari KTT Bumi di Rio de Jainero pada tahun 1992, yang tercantum dalam “Forest Principle” yang memberikan arahan pembangunan sumberdaya hutan secara holistik bagi seluruh elemen ekosistem demi keberlanjutan (Mongabay.co.id, 2019).  Beberapa prinsip yang relevan diantaranya adalah:

Negara memiliki hak berdaulat dan tidak dapat dicabut untuk memanfaatkan, mengelola dan mengembangkan hutan mereka sesuai dengan kebutuhan dan tingkat pembangunan mereka pembangunan sosial-ekonomi dan atas dasar kebijakan nasional yang konsisten dengan pembangunan berkelanjutan dan perundang-undangan, termasuk konversi area tersebut untuk penggunaan lain dalam keseluruhan rencana pembangunan sosial-ekonomi dan berdasarkan pada kebijakan penggunaan lahan yang rasional (Prinsip 2a) (General Assembly, 1992)

Sumber daya hutan dan lahan hutan harus dikelola secara berkelanjutan untuk memenuhi kebutuhan sosial, ekonomi, ekologis, budaya dan spiritual generasi sekarang dan mendatang. Kebutuhan ini adalah untuk produk dan jasa hutan, seperti kayu dan produk kayu, air, makanan, pakan ternak, obat-obatan, bahan bakar, tempat tinggal, pekerjaan, rekreasi, habitat satwa liar, keanekaragaman bentang alam, penyerap dan penampung karbon, dan untuk produk hutan lainnya. Langkah-langkah yang tepat harus diambil untuk melindungi hutan terhadap dampak berbahaya dari polusi, termasuk polusi yang ditularkan melalui udara, kebakaran, hama dan penyakit, untuk mempertahankan multiple value (Prinsip 2b) (General Assembly, 1992)

Pemerintah harus mempromosikan dan memberikan peluang bagi partisipasi pihak-pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat lokal dan masyarakat adat, industri, tenaga kerja, organisasi non-pemerintah dan individu, penghuni hutan dan perempuan, dalam pengembangan, implementasi dan perencanaan kebijakan hutan nasional (Prinsip 2d) (General Assembly, 1992)
Meskipun “Forest Principle” tidak bersifat mengikat secara hukum (non legally binding), tetapi prinsip ini merupakan norma dasar bagi tata kelola yang harus dilaksanakan oleh negara-negara yang menandatanganinya.

HARI-HARI BESAR LINGKUNGAN HIDUP NASIONAL DAN INERNASIONAL



Ada banyak hari-hari besar untuk memperingati lingkungan hidup dan interaksinya dengan manusia.  Peringatan hari-hari besar lingkungan hidup adalah untuk menumbuhkan kesadaran pada manusia yang sangat tergantung pada kualitas alam.  Interaksi antara manusia dan alam menjadi isu utama sepanjang sejarah peradaban manusia. 
Pada tataran internasional,  PBB telah membentuk organisasi United Nations Environmental Programme (UNEP) sebagai otoritas lingkungan global terkemuka yang menetapkan agenda lingkungan global, mempromosikan implementasi yang koheren dari dimensi lingkungan dari pembangunan berkelanjutan dalam sistem Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan berfungsi sebagai advokat otoritatif untuk lingkungan global.
UNEP berkantor pusat di Nairobi, Kenya, mempunyai misi untuk memberikan kepemimpinan dan mendorong kemitraan dalam merawat lingkungan dengan menginspirasi, memberi informasi, dan memungkinkan negara dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidup mereka tanpa mengurangi kualitas generasi mendatang.
Ada tujuh isu yang menjadi tugas pokok UNEP, yaitu perubahan iklim, bencana dan konflik, pengelolaan ekosistem, tata kelola lingkungan, bahan kimia dan limbah, efisiensi sumber daya, dan lingkungan yang sedang ditinjau.
Di Indonesia, tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang lingkungan hidup dan kehutanan menjadi kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.  Berikut daftar hari-hari besar lingkungan hidup nasional maupun internasional:

HARI BESAR LINGKUNGAN HIDUP INTERNASIONAL
NAMA HARI BESAR LINGKUNGAN HIDUP
TANGGAL
Hari Lahan Basah Sedunia
2 Februari
Hari Strategi Konservasi Sedunia
 6 Maret
Hari Kehutanan Sedunia
20 Maret
Hari Air Sedunia
22 Maret
Hari Meteorologi Sedunia
23 Maret
Hari Bumi
22 april
Hari Penanaman Pohon
Jumat ke-4 Bulan April
Hari Burung Migratori Internasional
3 Mei
Hari Biodiversitas Migratori Internasional
22 Mei
Hari Bersepeda ke Kantor
Jumat ke-3 Bulan Mei
Hari Anti Tembakau Internasional
31 Mei
Hari Lingkungan Hidup Sedunia
5 Juni
Hari Penanggulangan Degradasi Lahan dan Kekeringan Sedunia
17 Juni
Hari Populasi Sedunia
11 Juli
Hari Ozon Sedunia
16 Spetember
Hari Emisi Nol
20 September
Hari Bebas Mobil
22 September
Hari Habitat Dunia
Senin ke-1 Bulan Oktober
Hari Peringatan Pengurangan Bencana Alam Dunia
Rabu ke-2 Bulan Oktober
Hari Pangan Sedunia
16 Oktober
Hari Peringatan Pencegahan Eksploitasi Lingkungan
6 November
Hari Pohon Sedunia
21 November
Hari Gunung Sedunia
11 Desember

HARI BESAR LINGKUNGAN HIDUP INTERNASIONAL
NAMA HARI BESAR LINGKUNGAN HIDUP
TANGGAL
Hari Sejuta Pohon
10 Januari
Hari Peringatan Laut dan Samudera
15 Januari
Hari Peduli Sampah Nasional
21 Februari
Hari Bhakti Rimbawan
16 Maret
Hari Keanekaragaman Hayati
21 Mei
Hari Konservasi Alam Nasional
10 Agustus
Hari Cinta Puspa dan Satwa Nasional
5 November