Membangun Indonesia dari pinggiran. Ide itu terdengar sangat menarik, sebab selama ini pembangunan selalu berpusat di tengah (kota). Ide tersebut kemudian ditindaklanjuti melalui berbagai program oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Salah satu programnya adalah Perhutanan Sosial. Tujuannya sungguh mulia untuk melakukan pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan ekonomi melalui tiga pilar, yaitu: lahan, kesempatan usaha dan sumberdaya manusia.
Perhutanan Sosial juga menjadi benda legal untuk masyarakat di sekitar kawasan hutan untuk mengelola kawasan hutan negara seluas 12,7 juta hektar.
Lalu apa sebenarnya Perhutanan Sosial? Ia adalah sebuah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam kawasan hutan negara atau hutan hak/hutan adat yang dilaksanakan masyarakat setempat untuk meningkatkan kesejahteraannya, keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya.
Menteri LHK, Siti Nurbaya mengungkapkan pada akhir 1970-an evolusi hutan di Indonesia mencapai kisaran 147 juta hektare. Setelah dilakukan tata guna hutan dengan cara membagikan lahan kepada rakyat, luasannya menjadi 134 juta hektare. Sejak ada undang-undang tata ruang, luasan lahan hutan menjadi 126 juta hektare.
Perhutanan Sosial mulai didengungkan sejak tahun 1999, keadaan Indonesia yang masih gamang pasca reformasi, menjadikan agenda besar ini kurang diperhatikan. Pada tahun 2007 program Perhutanan Sosial ini mulai dilaksanakan, namun selama lebih kurang tujuh tahun hingga tahun 2014, program ini berjalan tersendat.
Pemerintah untuk periode 2015-2019 mengalokasikan 12,7 juta hektare untuk Perhutanan Sosial, melalui skema:
- Hutan Desa (HD) dengan tenurial HPHD atau Hak Pengelolaan Hutan Desa;
- Hutan Kemasyarakatan (HKm), izin yang diberikan adalah IUP HKm atau Izin Usaha
Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan; - Hutan Tanaman Rakyat (HTR), izin yang diberikan adalah IUPHHK-HTR atau izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman Rakyat;
- Hutan Adat (HA), tenurialnya adalah Penetapan Pencantuman Hutan Adat;
- Kemitraan Kehutanan (KK) dalam bentuk KULIN KK atau Pengakuan Perlindungan Kemitraan Kehutanan dan IPHPS atau Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial di Pulau Jawa.
Permohonan HPHD, IUP HKm dan IUPHHK HTR dapat ditujukan melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan atau Gubernur setempat. Akses legal mengelola kawasan hutan ini, diharapkan menjadi jembatan yang mampu memberikan bentuk nyata dari kehadiran negara dalam melindungi segenap bangsa Indonesia, dan memberi kesejahteraan bagi masyarkat daerah terdepan Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar