I.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia
yang terdiri dari 17.508 pulau dengan panjang garis pantai kira-kira 81.000 km
serta wilayah laut pedalaman dan teritorialnya seluas 3,1 juta km2
dan Zone Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia seluas 2,7 km2 (Dahuri,
2001 dalam Handayani, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai
kekayaan sumberdaya hayati pesisir dan lautan yang sangat besar. Salah satu kekayaan tersebut adalah hutan
mangrove, yang luasnya di Indonesia pada Tahun 2006 – 2007 diperkirakan 6.892.261,595 Ha (Data
RLPS, 2007).
Hutan
mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara
sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove tumbuh pada
pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai yang datar, biasanya di
sepanjang sisi pulau yang terlindung dari angin atau di belakang terumbu karang
di lepas pantai yang terlindung (Nontji, 1987; Nybakken, 1992).
Ekosistem
hutan mangrove bersifat kompleks dan dinamis, namun labil. Dikatakan kompleks karena ekosistemnya di
samping dipenuhi oleh vegetasi mangrove, juga merupakan habitat berbagai satwa
dan biota perairan. Jenis tanah yang berada di bawahnya termasuk tanah perkembangan
muda (saline young soil) yang mempunyai kandungan liat yang tinggi
dengan nilai kejenuhan basa dan kapasitas tukar kation yang tinggi. Kandungan
bahan organik, total nitrogen, dan ammonium termasuk kategori sedang pada
bagian yang dekat laut dan tinggi pada bagian arah daratan (Kusmana,
1994). Bersifat dinamis karena hutan
mangrove dapat tumbuh dan berkembang terus serta mengalami suksesi sesuai
dengan perubahan tempat tumbuh alaminya. Dikatakan labil karena mudah sekali
rusak dan sulit untuk pulih kembali seperti sediakala.
Di masa lalu, paradigma pembangunan lebih memprioritaskan masyarakat
perkotaan dan pertanian pedalaman, sedangkan
masyarakat pesisir kurang diperhatikan. Sudah
saatnya memang paradigma tersebut dirubah dengan memberikan perhatian yang
sama terhadap masyarakat pesisir karena
mereka juga adalah warga negara Indonesia. Konsekuensinya,
justru masyarakat pesisir perlu mendapatkan perhatian khusus karena ketertinggalan mereka akibat paradigma masa
lampau. Yang perlu dilakukan adalah pemberdayaan
masyarakat pesisir. Karenanya, arah kebijakan sekarang ini untuk pemberdayaan masyarakat, umumnya bukan lagi
ditekankan pada pembangunan (development) dalam arti memberikan
barang atau uang kepada masyarakat, tetapi dengan pelatihan dan pendampingan selama beberapa waktu - perlu waktu
bertahun-tahun
- agar masyarakat mempunyai kemampuan
manajemen (pengelolaan).
II.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat
Pengelolaan Berbasis Masyarakat
atau biasa disebut Community Based Management (CBM) menurut Nikijuluw (1994)
merupakan salah satu pendekatan pengelolaan sumberdaya alam, misalnya perikanan, yang meletakkan
pengetahuan dan kesadaran
lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaannya. Pengelolaan Berbasis Masyarakat dapat diartikan sebagai
sustu sistem pengelolaan
sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif
dalam proses pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya.
Di Indonesia Pengelolaan
Sumberdaya berbasis Masyarakat sebenarnya telah ditetapkan dalam Pasal 33
Undang-undang Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran
rakyat. Ketentuan tersebut secara tegas menginginkan agar pelaksanaan penguasaan negara
atas sumberdaya alam khususnya sumberdaya pesisir dan lautan diarahkan kepada tercapainya manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat banyak,
dan juga harus mampu mewujudkan keadilan dan pemerataan sekaligus memperbaiki kehidupan
masyarakat pesisir serta memajukan desa-desa pantai.
Dalam Implementasinya, pola
pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan yang selama ini sangat bertentangan dengan apa yang
telah digariskan dalam pasal tersebut, pelaksanaannya masih bersifat top down,
artinya semua kegiatan pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan mulai dari membuat kebijakan, perencanaan,
pelaksanaan, evaluasi dan
monitoring dilakukan sepenuhnya oleh pemerintah tanpa melibatkan partisipasi masyarakat lokal,
padahal apabila dilihat karakteristik wilayah pesisir dan lautan baik dari segi sumberdaya
alam maupun dari masyarakatnya sangat kompleks dan beragam, sehingga dalam
pengelolaan wilayah pesisir dan lautan seharusnya secara langsung melibatkan masyarakat
lokal.
Atas dasar tersebut dan dengan
adanya kebijakan pemerintah Republik Indonesia tentang Otonomi Daerah dan desentralisasi dalam
pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan, maka sudah semestinya bila pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya pesisir secara
langsung melibatkan partisipasi masyarakat lokal baik dalam perencanaan, implementasi, monitoring dan
evaluasi, sehingga mampu menjamin kesejahteraan dan kelangsungan hidup masyarakat
lokal serta kelestarian pemanfaatan sumberdaya pesisir tersebut.
Menurut Harbinson dan Myers2
dalam bukunya Manpower and Education : Country Studies in
Economic Development menyatakan bahwa In the final analysis, the
wealth of a country is
based upon its power to develop and to effectively utilize the innate capacities of
its people. Merujuk dari asumsi tersebut dalam rangka mengantisipasi penyelenggaraan Otonomi Daerah
yang mandiri dan bertanggung jawab, maka diperlukan masyarakat yang memiliki kemampuan untuk
mendayagunakan secara efektif kekayaan alam bagi kemakmuran rakyat. Dalam kaitan ini, pengembangan
masyarakat pantai
merupakan bagian integral dari pengelolaan sumber pesisir dan laut bagi kemakmuran masyarakatnya,
sehingga perlu digunakan suatu pendekatan dimana masyarakat sebagai obyek sekaligus sebagai subyek
pembangunan.
III.
Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat
dengan Mengupayakan
Pengembangan Masyarakat Pantai.
Strategi pengembangan masyarakat
pantai dapat dilakukan melalui dua pendekatan yaitu, yang bersifat struktural dan non struktural. Pendekatan
struktural adalah
pendekatan makro yang menekankan pada penataan sistem dan struktur sosial politik. Pendekatan ini
mengutamakan peranan instansi yang berwewenang atau organisasi yang dibentuk untuk
pengelolaan pesisir laut. Dalam hal ini peranan masyarakat sangat penting tetapi akan kurang kuat
karena aspek struktural biasanya lebih efektif bila dilakukan oleh pihak-pihak yang
mempunyai kewenangan, paling tidak pada tahap awal.
Di lain pihak pendekatan non struktural adalah
pendekatan yang subyektif. Pendekatan ini
mengutamakan pemberdayaan masyarakat secara mental dalam rangka meningkatkan kemampuan anggota
masyarakat untuk ikut serta dalam pengelolaan dan persoalan pesisir laut. Kedua pendekatan tersebut
harus saling melengkapi dan dilaksanakan secara integratif.
1. Pendekatan struktural.
Sasaran utama pendekatan
struktural adalah tertatanya struktur dan sistem hubungan antara semua komponen dan sistem
kehidupan, baik di wilayah pesisir dan laut maupun komponen pendukung yang terkait,
termasuk komponen sosial, ekonomi dan fisik.
Dengan penataan aspek struktural, diharapkan masyarakat mendapatkan
kesempatan lebih luas
untuk dapat memanfaatkan sumber daya alam secara berkelanjutan. Selain itu penataan struktur dan sistem hubungan sosial dan
ekonomi tersebut diharapkan dapat menciptakan peluang bagi masyarakat untuk ikut serta melindungi sumber daya
alam dari ancaman yang
datang baik dari dalam maupun dari luar. Langkah ini diharapkan dapat mengurangi bahkan menghilangkan
masalah-masalah sosial dan ekonomi yang utama yang selama ini secara terus menerus menempatkan
masyarakat (lokal) pada posisi yang sulit. Pendekatan struktural membutuhkan langkah-langkah strategi sebagai
berikut :
a. Pengembangan
Aksesibilitas Masyarakat pada SumberDaya alam
Aksesibilitas
masyarakat terhadap sumber daya alam adalah salah satu isu penting dalam rangka membangun
perekonomian masyarakat. Langkah tersebut diharapkan dapat membantu masyarakat untuk dapat
menikmati peluang pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan (sustainable).
b. Pengembangan
aksesibilitas masyarakat terhadap proses pengambilan keputusan.
Keberhasilan
pengembangan masyarakat sebagai bagian dari pengelolaan pesisir dan laut sangat tergantung pada
ketepatan kebijakan yang diambil. Kebijakan yang dikembangkan dengan melibatkan dan memperhatikan
kepentingan masyarakat dan menjamin keberhasilan pengelolaan sumber daya alam dan wilayah.
Keterlibatan masyarakat
sangat diperlukan karena akan menghasilkan kebijakan yang disesuaikan dengan potensi, aspirasi dan
kepentingan masyarakat. Kebijakan yang berbasis pada potensi masyarakat akan mendorong
keterlibatan masyarakat dalam pemanfaatan dan perlindungan sumber daya alam. Selain itu juga
memberikan keuntungan ganda : pertama, dengan
mengakomodasi aspirasi masyarakat maka pengelolaan pesisir dan laut akan menarik masyarakat sehingga
akan mempermudah proses penataan. Kedua,memberikan
peluang bagi masyarakat untuk ikut bertanggung jawab atas keamanan pesisir dan laut. Selain itu yang
lebih penting lagi adalah adanya upaya untuk meningkatkan kepentingan hakiki masyarakat yaitu
kesejahteraan.
c. Peningkatan
aksebilitas masyarakat terhadap informasi.
Informasi
merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan masyarakat pantai sebagai bagian dari pengelolaan
pesisir dan laut. Kesediaan informasi mengenai potensi
dan perkembangan kondisi wilayah
dan sumber daya alamnya sangat berharga untuk penyusunan kebijakan, program dan kegiatan di
wilayah tersebut.
d. Pengembangan
kapasitas kelembagaan.
Untuk
meningkatkan peran masyarakat dalam perlindungan wilayah dan sumber daya alam, diperlukan kelembagaan
sosial, untuk mendorong peranan masyarakat secara
kolektif. Semangat kolektif akan
mendorong upaya pemberdayaan masyarakat untuk melindungi wilayahnya dari kerusakan yang dapat
mengancam perekonomian. Pemberdayaan masyarakat melalui
pengembangan lembaga sosial diharapkan untuk memperkuat posisi masyarakat dalam menjalankan
fungsi manajemen wilayah pesisir dan laut
e. Pengembangan
sistem pengawasan berbasis masyarakat.
Keberadaan
sistem pengawasan yang efektif merupakan syarat utama keberhasilan
pengembangan masyarakat sebagai
bagian dari pengelolaan wilayah pesisir dan laut.
Sistem pengawasan tersebut harus mampu menjalankan fungsinya dengan cara memobilisasi semua unsur terkait.
Salah satu pendekatan yang efektif adalah pengembangan sistem pengawasan berbasis pada
masyarakat. Sistem pengawasan yang
berbasis pada masyarakat adalah
suatu sistem yang dilandasi oleh kepentingan, potensi
dan peranan masyarakat lokal.
Untuk itu, sistem pengawasan yang berbasis pada masyarakat tersebut selain memberikan peluang bagi
masyarakat untuk ikut mengawasi
sumber daya alam dan wilayah
tempat mereka tinggal dan mencari makan, juga memperkuat rasa kebersamaan masyarakat dalam
mengembangkan potensi daerahnya.
Hal ini dapat dilakukan melalui
lembaga sosial masyarakat pantai (nelayan).
f. Pengembangan
jaringan pendukung.
Pengembangan
koordinasi tersebut mencakup pembentukan sistem jaringan manajemen yang dapat saling membantu.
Koordinasi melibatkan seluruh unsur terkait (stakeholders), baik jaringan pemerintah,
masyarakat maupun dunia usaha.
2. Pendekatan Subyektif.
Pendekatan subyektif (non
struktural) adalah pendekatan yang menempatkan manusia sebagai subyek yang mempunyai
keleluasaan untuk berinisiatif dan berbuat menurut kehendaknya. Pendekatan tersebut
berasumsi bahwa masyarakat lokal dengan pengetahuan, keterampilan dan kesadarannya dapat
meningkatkan peranannya dalam perlindungan sumber daya alam disekitarnya. Karena itu, salah satu upaya untuk meningkatkan
peran masyarakat lokal dalam pengelolaan sumber daya alam dan wilayah pesisir dan laut
adalah dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan kesadaran masyarakat untuk berbuat
sesuatu demi melindungi sumber daya alam. Pengetahuan dan keterampilan tersebut tidak harus berkaitan
langsung dengan
upaya-upaya penanggulangan masalah kerusakan
sumberdaya alam tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan usaha ekonomi, terutama dalam rangka membekali
masyarakat dengan usaha
ekonomi alternatif sehingga tidak merusak lingkungan, antara lain yaitu :
a. Peningkatan pengetahuan dan wawasan lingkungan.
b. Pengembangan keterampilan masyarakat
c. Pengembangan kapasitas masyarakat.
d. Pengembangan kualitas diri
e. Peningkatan motivasi masyarakat untuk berperanserta
f. Penggalian & pengembangan nilai tradisional
masyarakat.
- Kesimpulan
1) Pengelolaan Berbasis Masyarakat dapat diartikan
sebagai sustu sistem pengelolaan sumberdaya alam di suatu tempat dimana masyarakat lokal di tempat tersebut terlibat secara aktif dalam proses
pengelolaan sumberdaya alam yang terkandung di dalamnya.
2)
Strategi pengembangan masyarakat pantai dapat
dilakukan melalui dua pendekatan yaitu,