Pendahuluan
Air merupakan sumber daya essensial bagi kelangsungan perikehidupan makhluk hidup, termasuk manusia. Kontribusi air terhadap pembangunan manusia dan kegiatan ekonomi juga sangat vital. Karenanya sejarah peradaban manusia lahir atau dimulai dari daerah-daerah di sekitar sumber air, seperti laut, sungai dan mata air. Seiring bertambahnya manusia dan eskalasi pembangunan ekonomi, fungsi ekonomi dan sosial air juga mengalami tekanan karena semakin kritisnya ketersediaan air, sementara permintaan air terus meningkat. Namun ada paradoks dalam menilai keberadaan air, yang dikenal dengan istilah water-diamond paradox (paradoks air-berlian). Yaitu, air yang begitu essensial dinilai begitu murah sementara mutiara yang hanya sebatas perhiasan dinilai begitu mahal (Fauzi, 2006). Mengingat peran vital air itu lah, maka penyediaan air baku yang memenuhi syarat untuk kebutuhan domestik, irigasi dan industry menjadi perhatian dan prioritas utama. Karena itulah, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengadopsi resolusi mengenai akses terhadap air bersih dan sanitasi sebagai hak asasi manusia. Air minum yang aman dan sanitasi yang memadai sangat penting untuk pengentasan kemiskinan dan pembangunan berkelanjutan (UN, 2010)
Dalam perkembangannya, air bersih menjadi sumber daya yang semakin langka dan tidak tersebar merata. Indonesia termasuk 10 besar negara yang kaya air (Maps of World, 2014), namun dalam pemanfaatannya terdapat permasalahan mendasar yang masih terjadi . Pertama, adanya variasi musim dan ketimpangan spasial ketersediaan air. Pada musim hujan, beberapa bagian Indonesia mengalami kelimpahan air yang luar biasa sehingga menyebabkan banjir dan kerusakan lain yang ditimbulkanya. Sedangkan di tempat lain, kekeringan dan kekurangan air menjadi masalah jamak pada musim kemarau. Masalah kedua adalah terbatasnya jumlah air yang dapat dieksplorasi dan dikonsumsi, sedangkan jumlah penduduk Indonesia terus bertambah sehingga kebutuhan air baku juga meningkat drastis. Masalah kualitas air semakin menambah dalam permasalahan kebutuhan air baku bagi masyarakat (Samekto & Winata, 2010). Masalah lain yang mengemuka dalam penyediaan air bersih adalah menyangkut sistem produksi, pengelolaan dan distribusi air bersih.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Tahun 2011 mencatat populasi penduduk dunia mencapai 7 miliar jiwa dan diperkirakan akan terus meningkat menjadi 9 miliar jiwa pada Tahun 2050. Peningkatan tersebut akan menjadikan kebutuhan air, pangan dan energi semakin krusial. Indonesia, sebagai bagian dari masyarakat global, menghadapi masalah serupa. Dilansir dari Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2010, Indonesia memiliki jumlah penduduk 237,6 juta jiwa dengan laju pertumbuhan 1,49% per tahun. Karenanya, isu ketahanan pangan, air dan energi menjadi tantangan kritikal bagi peradaban dunia.
Ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia 1.750 meter kubik per kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 meter kubik per kapita per tahun. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1.200 meter kubik per kapita per tahun. Apabila fenomena ini terus berlanjut maka akan terjadi keterbatasan dan pelaksanaan pembangunan di daerah karena daya dukung sumberdaya air yang telah terlampaui.
Badan Air di Indonesia
Badan air merupakan kumpulan air yang besarnya bergantung kepada bentuk relief permukaan bumi, suhu, curah hujan, kesarangan batuan pembendungnya dan lain-lain. Berdasarkan proses terbentuknya, badan air dibagi menjadi 2 (dua) yaitu badan air alami (sungai, danau, rawa, laut dan samudra) dan badan air buatan (bendungan/dam, bending, waduk, embung).
Badan air alami memegang peranan penting dalam siklus hidrologi karena volumenya yang besar serta proses ekologis yang menyertainya. Masing-masing jenis badan air alami memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga memerlukan pendekatan yang khas untuk menjamin fungsi dan keberadaannya dalam menunjang sistem perikehidupan manusia. Jenis-jenis badan air alami adalah:
a. Sungai
Sungai adalah air tawar yang mengalir dari sumbernya di daratan menuju dan bermuara di laut, danau atau sungai yang lebih besar, aliran sungai merupakan aliran yang bersumber dari limpasan yaitu : limpasan yang berasal dari hujan, gletser, limpasan dari anak-anak sungai dan limpasan dari air tanah. Sungai dapat terbentuk dalam dua cara: 1. Sungai berawal dari sumber air alam yang mengeluarkan air dari bawah tanah. 2. Sungai juga dapat terbentuk ketika hujan yang sering turun membentuk alur atau saluran kecil di atas permukaan tanah.
b. Danau
Danau adalah sejumlah air (tawar atau asin) yang terakumulasi di suatu tempat yang cukup luas, yang dapat terjadi karena mencairnya gletser, aliran sungai, atau karena adanya mata air.
c. Rawa
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis
d. Laut
Laut adalah kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau. Jadi laut adalah merupakan air yang menutupi permukaan tanah yang sangat luas dan umumnya mengandung garam dan berasa asin. Biasanya air mengalir yang ada di darat akan bermuara ke laut.
e. Samudra
Samudra adalah hamparan air asin yang mengelilingi daratan atau benua. Contohnya seperti Samudra Pasifik, Samudra Atlantik, Samudra Hindia, dan Samudra Arktik
Pemanfaatan air utama adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan irigasi pertanian rakyat. Kebutuhan pokok sehari-hari mencakup kebutuhan air untuk rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI). Kebutuhan air penting lainnya adalah untuk aliran pemeliharaan sungai dan kebutuhan air lainnya untuk peternakan ternak besar (kuda, sapi, kerbau), ternak kecil (kambing, domba dan babi) dan unggas (ayam dan itik), serta perikanan kolam dan tambak yang memerlukan pasokan air tawar. Selain itu, pemanfaatan air yang utama juga untuk memenuhi kebutuhan irigasi.
Kebutuhan air rumah tangga, perkotaan dan industri (RKI) sangat tergantung pada jumlah penduduk di suatu daerah. Adapun pemanfaatan air untuk memenuhi kebutuhan air irigasi dihitung berdasarkan kriteria Perencanaan Irigasi KP01 (Ditjen Sumber Daya air, 1985) dengan menggunakan data areal tanam, jadwal tanam, evapotranspirasi acuan, hujan efektif, jenis tanah dan efisiensi saluran irigasi.
Terkait kebutuhan aliran pemeliharaan sungai, berdasarkan PP No 38 Tahun 2011 tentang sungai, aliran pemeliharaan sungai merupakan aliran air minimum yang harus mengalir di sungai untuk menjaga kehidupak ekosistem sungai dari hulu sampai muara sungai. Perlindungan aliran pemeliharaan sungai dilakukan dengan mengendalikan ketersediaan debit andalan 95%, yaitu debit aliran air (m3/s) yang selalu tersedia dalam 95% waktu atau paling banyak hanya 5% kemungkinan aliran tersebut tidak tercapai.
Konsumsi air rata-rata orang Indonesia sebesar 144 liter per hari. Keperluan terbesar untuk mandi sebesar 65 liter/hari (45%) (Survei Direktorat Pengembangan air Minum, Ditjen Cipta Karya Tahun 2006). Pemakaian air dingin minimum sesuai penggunaan gedung menurut SNI 03-7065-2005 tersaji pada Tabel 1
Tabel 1. Pemakaian Air Sesuai Penggunaan Gedung
No
|
Penggunaan gedung
|
Pemakaian air
|
Satuan
|
1
|
Rumah Tinggal
|
120
|
Liter/penghuni/hari
|
2
|
Rumah Susun
|
100
|
Liter/penghuni/hari
|
3
|
Rumah Sakit
|
500
|
Liter/tempat tidur pasien/hari
|
4
|
Kantor/Pabrik
|
50
|
Liter/pegawai/hari
|
5
|
Stasiun/Terminal
|
3
|
Liter/penumpang tiba dan pergi
|
6
|
Tempat Peribadatan
|
5
|
Liter/orang (blm dengan air wudhu)
|
Kondisi Riil Saat Ini
Fakta bahwa Indonesia termasuk negara dengan ketersediaan air bersih yang melimpah merupakan modal dasar dalam pembangunan. Di sisi lain, fakta juga menunjukkan bahwa kelangkaan air bersih juga terjadi terutama di daerah padat penduduk. Menurut data Pusat Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Air, menunjukkan bahwa ketersediaan air rata-rata di Indonesia mencapai 3,9 triliun m3/tahun. Data ini mengacu hasil pencatatan ketersediaan air permukaan dengan pendekatan debit aliran sungai yang diamati pada pos duga air. Data tersebut mencakup luas kepulauan di Indonesia beserta ketersediaan air, dalam satuan tebal aliran (mm/hari), debit aliran (m3/detik) dan jumlah air (juta m3/tahun) yang tersaji dalam tabel berikut
Tabel 2. Ketersediaan Air di Indonesia
No
|
Kepulauan
|
Luas Daratan
|
Ketersediaan Air Rata-rata
| ||||
Km
|
%
|
Mm/hari
|
m/detik
|
Juta m3/tahun
|
%
| ||
1
|
Sumatera
|
473.606
|
24,87
|
4,56
|
26.660
|
840.737
|
21,5
|
2
|
Jawa
|
132.107
|
6,94
|
3,62
|
5.200
|
164.000
|
4,2
|
3
|
Bali dan Nusa Tenggara
|
703.137
|
3,84
|
1,86
|
1.573
|
49.620
|
1,3
|
4
|
Kalimantan
|
539.640
|
28,33
|
6,74
|
41.667
|
314.021
|
33,6
|
5
|
Sulawesi
|
189.216
|
9,94
|
4,33
|
9.488
|
299.218
|
7,7
|
6
|
Maluku
|
74.505
|
3,91
|
5,43
|
5.604
|
176.726
|
4,5
|
7
|
Papua
|
421.981
|
22,16
|
7,07
|
33.681
|
1.062.154
|
27,2
|
Indonesia
|
1.904.012
|
100
|
5,56
|
123.874
|
3.906.476
|
100
|
Sumber : (Ditjen Sumber Daya air., 2011)
Debit aliran (m3/detik) menggambarkan besaran air yang mengalir di sungai, sedangkan jumlah air dalam juta m3/tahun digunakan untuk mengkaji pemanfaatan air.
Pemanfaatan air oleh masyarakat sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan air minum. Menurut World Health Organization (WHO) jumlah air minum yang harus dipenuhi agar dapat mencapai syarat kesehatan adalah 86,4 liter/hari/orang. Sedangkan menurut Direktorat Jendral Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum standar kebutuhan air minum untuk masyarakat pedesaan adalah 60 liter/hari/orang.
Secara nasional, ketersediaan air per kapita Indonesia sebesar 16.439 m3/tahun/kapita. Jumlah ini termasuk yang tertinggi di dunia, meski masih di bawah Kanada 86.700 m3/tahun/kapita. Indeks ketersediaan air di Indonesia masih di atas China (2.100 m3/tahun/kapita), India (1.100 m3/tahun/kapita) (FAO, 2003 dalam Pawitan dkk., 2011).
Untuk mengetahui seberapa besar “tekanan air” yang mengindikasikan terpenuhinya ketersediaan air atau kelangkaan air di suatu daerah, Brown dan Matlock telah membuat klasifikasi tekanan dan kelangkaan air berdasarkan indeks ketersediaan air per kapita. Apabila indeks ketersediaan air di atas 1.700 m3/kapita/tahun, dinyatakan tidak mengalami tekanan air. Jika indeks ketersediaan air 1.000-1.700 m3/kapita/tahun, daerah tersebut mengalami tekanan, jika pada rentang indeks ketersediaan antara 500-1.000 m3/kapita/tahun, maka daerah tersebut mulai terjadi kelangkaan. Apabila indeks ketersediaan air kurang dari 500 m3/kapita/tahun, maka sudah terjadi kelangkaan air mutlak. Mengacu pada data indeks ketersediaan air per kapita pada Tabel 3 , Jawa memiliki indeks ketersediaan air sebesar 1.200 m3/kapita/tahun sehingga sudah masuk kategori mengalami tekanan kelangkaan air.
Tabel 3. Indeks Ketersediaan Air per Kapita Kepulauan di Indonesia
Kepulauan
|
Penduduk 2012
|
Air/Kapita/Tahun
| |
Jiwa
|
Prosentase
| ||
Jawa
|
136.610.590
|
57,5
|
1.200
|
Sumatera
|
50.630.931
|
21,3
|
16.605
|
Kalimantan
|
13.787.831
|
5,8
|
95.303
|
Sulawesi
|
17.371.782
|
7,3
|
17.224
|
Bali & Nusa Tenggara
|
13.074.796
|
5,5
|
3.795
|
Maluku
|
2.571.593
|
1,1
|
68.722
|
Papua
|
3.593.803
|
1,5
|
295.551
|
Indonesia
|
237.641.326
|
100
|
16.439
|
Sumber : (Ditjen Sumber Daya air., 2011)
Data kebutuhan air berdasarkan kepulauan di Indonesia tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Kebutuhan Air Tahun 2010 (m3/th)
Kepulauan
|
RKI
|
Irigasi
|
Aliran Pemeliharaan
|
Lainnya
|
Jumlah
|
Jawa
|
240,24
|
1.249,04
|
374,64
|
160,61
|
2.024,52
|
Sumatera
|
72,99
|
3.302,74
|
4.552,11
|
156,00
|
8.083,84
|
Kalimantan
|
22,62
|
931,38
|
2.952,95
|
126,64
|
4.033,59
|
Sulawesi
|
18,01
|
2.339,95
|
910,51
|
165,89
|
3.434,36
|
Bali dan Nusa Tenggara
|
17,89
|
1.135,61
|
210,41
|
0,48
|
1.364,38
|
Maluku
|
2,96
|
392,77
|
257,97
|
5,32
|
659,03
|
Papua
|
4,48
|
187,15
|
10.567,06
|
0,13
|
10.758,83
|
Indonesia
|
379,19
|
9.538,64
|
19.825,64
|
615,06
|
30.358,55
|
Sumber : (Ditjen Sumber Daya air., 2011)
Sistem penyediaaan air bersih di Indonesia, terutama di perkotaan, dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Namun kemampuan PDAM dalam menyediakan air bersih tidak mampu mengimbangi laju peningkatan kebutuhan air bersih sebagai akibat pertumbuhan kota. Menurut data Asian Development Bank (ADB), jangkauan PDAM dalam memenuhi kebutuhan air bersih berkisar 30%-40% dari total area yang dilayani. Hasil evaluasi kinerja PDAM pada Tahun 2015 menyebutkan bahwa 196 PDAM terkategori sehat (53%), 100 PDAM terkategori kurang sehat (27%) dan 72 PDAM terkategori sakit (20%). Tingkat kehilangan air (Non revenue water) rata-rata sebesar 32,47%. Kehilangan air atau Non Revenue Water (NRW) telah menjadi permasalahan umum bagi PDAM di Indonesia. Kehilangan air ini tidak hanya menyebabkan kerugian finansial PDAM, tetapi juga menyebabkan permasalahan lain seperti diantaranya berkurangnya volume suplai air ke pelanggan, hingga pemasalahan tekanan yang merugikan pelanggan dan pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap tingkat kinerja PDAM. Evaluasi terhadap kinerja PDAM menunjukkan bahwa tingginya tingkat NRW berpengaruh negatif terhadap tingkat kinerja PDAM. PDAM dengan kinerja sehat rata-rata memiliki tingkat NRW antara 20 – 30%, sedangkan tingkat NRW diatas 40 % sebagian besar merupakan PDAM yang memiliki kinerja sakit.
Identifikasi Faktor Penyebab Permasalahan Ketersediaan Air
a. Tidak seimbangnya supply dan demand air bersih;
Telah diketahui bahwa Indonesia memiliki banyak potensi sumber daya air, namun belum dikelola dengan baik. Tekanan jumlah penduduk yang tidak terdistribusi secara proporsional sesuai daya dukung masing-masing wilayah menyebabkan peningkatan kebutuhan air bersih yang bervariasi. Di sisi lain, air bersih yang tersedia juga berkurang. Kebanyakan air yang ada mengalir ke laut tanpa dimanfaatkan, bahkan seringkali mengalami kelimpahan yang luar biasa yang menyebabkan banjir. Oleh karena itu, untuk memanfaatkan potensi keberlimpahan air tersebut, maka harus dilakukan suatu cara ataupun membangun bangunan buatan untuk menahan air lebih lama di darat agar dapat dimanfaatkan dengan baik. Ketidakseimbangan antara supply dan demand air bersih menjadi masalah yang kompleks dan kritikal bagi pemangku kepentingan.
b. Banyak Daerah Aliran Sungai (DAS) berada pada kondisi “sakit”;
Masalah lain terkait dengan air bersih adalah banyak daerah aliran sungai berada pada kondisi “sakit”, sehingga debit sungai menjadi fluktuatif. Menurut data Dirjen Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Hilman Nugroho mengatakan, 108 DAS ini adalah DAS prioritas yang akan ditangani dari 17 ribu DAS di Indonesia. Sedangkan dari 108 DAS prioritas tersebut, terdapat 15 DAS yang masuk dalam rencana aksi strategis (Renstra) KLHK periode 2015-2019 (Greeners, 2016).
c. Pencemaran dan Sedimentasi pada badan-badan air (sungai, waduk danau)
Dalam UU No 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP RI No 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air yang dimaksud dengan Pencemaran Air adalah masuknya atau dimasukkannya makluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukkannya. Dari definisi tersebut tersirat bahwa pencemaran air dapat terjadi secara sengaja maupun tidak sengaja dari kegiatan manusia pada suatu perairan yang peruntukkannya sudah jelas.
Air limbah kota-kota besar di Indonesia khususnya Jakarta secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yaitu air limbah industri dan air limbah domistik yakni yang berasal dari buangan rumah tangga, dan yang ke tiga yakni air limbah dari perkantoran dan pertokoan (daerah komersial). Saat ini selain pencemaran akibat limbah industri, pencemaran akibat limbah domistikpun telah menunjukkan tingkat yang cukup serius. Di Jakarta misalnya, sebagai akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota, mengakibatkan tercemarnya badan - badan sungai oleh air limbah domestik, bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minumpun telah tercemar pula.
Besarnya buangan air limbah dari rumah tangga per orang per hari adalah 118 liter, dengan konsentrasi BOD rata-rata 236 mg/lt dan pada tahun 2010 nanti diperkirakan akan meningkat menjadi 147 liter dengan konsetrasi BOD rata-rata 224 mg/lt. Jumlah air buangan secara keseluruhan di DKI Jakarta diperkirakan sebesar 1.316.113 m 3 /hari, yakni air buangan domestik 1.038.205 m 3 /hari, buangan perkantoran dan daerah komersial 448.933 m3 /hari dan buangan industri 105.437 m3 /hari. Misalnya pada kasus di wilayah Jakarta, dilihat dari segi jumlah, air limbah domistik (rumah tangga) memberikan kontribusi terhadap pencemaran air sekitar 75%, air limbah perkantoran dan daerah komersial 15 %, dan air limbah industri hanya sekitar 10 %. Sedangkan dilihat dari beban polutan organiknya, air limbah rumah tangga sekitar 70 %, air limbah perkantoran 14 %, dan air limbah industri memberikan kontribusi 16 %. Dengan demikan air limbah rumah tangga dan air limbah perkantoran adalah penyumbang yang terbesar terhadap pencemaran air di wilayah DKI Jakarta. Masalah pencemaran oleh air limbah rumah tangga di wilayah DKI Jakarta lebih diperburuk lagi akibat berkembangnya lokasi pemukiman di daerah penyangga yang ada di sekitar Jakarta, tanpa dilengkapi dengan fasilitas pengolahan air limbah, sehingga seluruh air limbah dibuang ke saluran umum dan akhirnya mengalir ke badan-badan sungai yang ada di wilayah DKI Jakarta (Herlambang, 2016).
d. Penggunaan Air yang Over-use;
Dari sisi demand, kurangnya kedisplinan masyarakat dalam penggunaan air bersih yang cenderung over-use juga menjadi masalah klasik yang harus disikapi secara bijaksana. Tanpa disadari, manusia terjebak pada gaya hidup yang cenderung boros air. Beberapa contoh aktifitas manusia yang tidak hemat air adalah mandi dan buang air, mencuci, budidaya hewan ternak dan mengotori air.
e. Kinerja Penyedia Air Bersih di Jawa Tengah
Isu utama terkait dengan penyedia air bersih (dalam hal ini PDAM) adalah pengelolaan dan “kesehatan” PDAM, restrukturasi utang dan pengenaan tarif recovery cost. Bagi PDAM, terutama di kota-kota besar, pengurangan jumlah air yang tidak terjual atau biasa disebut air tak berekening (Non-Revenue Water/NRW) menjadi target jangka pendek untuk meningkatkan ketersediaan air. Jika NRW dikurangi hingga rata-rata 20%, maka akan diperoleh tambahan kapasitas air sebesar 5.328 liter/detik (Asian Development Bank, 2016).
Air Tak Berekening (NRW) adalah selisih antara Volume Input Sistem dan Konsumsi Resmi Berekening. NRW terdiri dari Konsumi Resmi Tak Berekening (biasanya merupakan satu komponen kecil dalam neraca air) dan Kehilangan Air (Farley, dkk., 2008). Berdasarkan hasil evaluasi kinerja PDAM pada Tahun 2015 menyebutkan bahwa 196 PDAM terkategori sehat (53%), 100 PDAM terkategori kurang sehat (27%) dan 72 PDAM terkategori sakit (20%). Tingkat kehilangan air (Non revenue water) rata-rata sebesar 32,47%. Kehilangan air atau Non Revenue Water (NRW) telah menjadi permasalahan umum bagi PDAM di Indonesia. (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2015).
Mayoritas PDAM saat ini menghadapi kesulitan memperoleh air baku untuk memenuhi kebutuhan pelanggan dan peningkatan cakupan layanan. Masalah air baku juga menyangkut kualitas yang memburuk. Sumber air permukaan yang dimanfaatkan PDAM saat ini banyak yang tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga, juga sedimentasi yang disebabkan oleh kerusakan lingkungan di hulu Daerah Aliran Sungai. Keadaan ini memperberat biaya dan proses pengolahan air. Konflik antar wilayah dalam pemanfaatan air baku turut memperparah situasi. Tanggung jawab dan kewenangan dalam penyediaan dan pemanfaatan air baku berada di pundak pemerintah, bukan PDAM.
Secara nasional, tingkat kehilangan air rata-rata masih tinggi, antara 38 - 40%. Tingginya angka kehilangan air adalah salah satu penyebab utama PDAM menjadi tidak sehat (suplai air terganggu dan mengalami kerugian finansial yang besar). Sejumlah PDAM bahkan masih memiliki jaringan pipa peninggalan zaman Belanda. Untuk menanggulangi kehilangan teknis yang disebabkan kebocoran pada jaringan perpipaan dan meter air yang tidak akurat, dibutuhkan biaya yang besar. Tidak tersedianya alternatif untuk memperoleh akses air bersih selain dari pipa PDAM, cenderung mendorong masyarakat untuk melakukan tindakan pencurian/sambungan illegal (PERPAMSI, 2010).
Air tanah merupakan sumber air utama, terutama pada daerah yang tidak terlayani oleh PDAM. Air tanah merupakan sumber air yang berkualitas baik untuk kebutuhan rumah tangga, namun pengambilan air secara berlebih pada daerah perkotaan dan pencemaran air mengancam keberlanjutan penggunaan air tanah. Daerah perkotaan biasanya berkembang di daerah pesisir dan cekungan besar (misalnya Bandung). Daerah ini rentan terhadap penurunan muka air tanah. Selain itu, kualitas sanitasi yang buruk juga menjadi ancaman utama terhadap kualitas air tanah.
Referensi:
Asian Development Bank. (2016). Indonesia: Country Water Assessment. Manila.
Farley, M., Wyeth, G., Md Ghazali, Z., Istandar, A., & Singh, S. (2008). Buku Pegangan tentang Air Tak Berekening ( NRW ) untuk Manajer: Panduan untuk Memahami Kehilangan Air. Bangkok: International Development (USAID).
Fauzi, A. (2006). Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan : Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Greeners. (2016). 108 DAS di Indonesia Dalam Kondisi Kritis. Retrieved January 18, 2018, from http://www.greeners.co/berita/108-das-indonesia-kondisi-kritis/
Herlambang, A. (2016). Pencemaran Air Dan Strategi Penanggulangannya. Jurnal Air Indonesia, 2(May), 15. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/265569345
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. (2015). Kinerja PDAM 2015 : Wilayah II Pulau Jawa, 170.
Maps of World. (2014). Top Ten Countries with the Largest Renewable Water Supply. Retrieved January 10, 2018, from https://www.mapsofworld.com/world-top-ten/world-top-ten-fresh-water-supply-map.html
Pawitan, H., Adidarma, W., Hatmoko, W., Hadihardaja, I. K., Kodoatie, R. J., Putuhena, W. M., … Radhika. (2011). Tapak Air dan Strategi Penyediaan Air di Indonesia. (A. S. Moerwanto, R. Novrianto, & A. Putranto, Eds.). Jakarta: Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum.
PERPAMSI. (2010). Peta Masalah PDAM. Jakarta: Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/265569345
Samekto, C., & Winata, E. S. (2010). Potensi Sumber Daya Air di Indonesia. Jakarta.
UN. (2010). General Assembly Adopts Resolution Recognizing Access to Clean Water, Sanitation as Human Right, by Recorded Vote of 122 in Favour, None against, 41 Abstentions. Retrieved January 10, 2018, from http://www.un.org/press/en/2010/ga10967.doc.htm
0 komentar:
Posting Komentar