PESTISIDA NABATI DARI BUAH PICUNG /
KLUWEK
Oleh : SRI HASTUTI,SP
Bentuk daun bulat telur atau bulat bertulang jari menonjol diatas dan dibawah.
Picung memiliki kandungan
senyawa alami anti mikrob.Aktivitas antimikrobnya menjadikan biji picung
dimanfaatkan untuk pengawet ikan. Selain itu ekstrak biji picung juga
mengandung senyawa antifungal, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan
fungisida nabati terhadap pertumbuhan koloni Rhizoctonia sp dan Cylindrocladium
sp.
Cara Pembuatan :
Bahan dan Alat
-
100
gr daging buah muda
-
100
ml air steril
- Tempat tertutup
- Blender/ penumbuk
- Bahan di blender dan disimpan dalam wadah
- Ambil 5 daging buah picung muda blender / tumbuk dan rendam dengan air sebanyak 10 lt rendam dalam wadah tertutup simpan selama 3-5 hari.
Aplikasi ; setiap 10 ml dilarutkan kedalam 10 lt air untuk diaplikasikan terhadap tanaman yang terserang jamur dan serangga.
Selain sebagai bahan
antifungal ekstrak buah picung muda juga sebagai Insektisida nabati
Daging buah Picung
mengandung asam sianida dan tanin yang bersifat racun terhadap mikrob.
IPHPS
PENDAHULUAN
Perhutanan
Sosial merupakan salah satu bagian dari tiga pilar kebijakan Pemerataan Ekonomi
yaitu untuk mengurangi ketimpangan penguasaan lahan. Tingkat kepadatan penduduk
di Pulau Jawa sangat tinggi dan sisi lain lahan sangat terbatas sehingga
memerlukan pengaturan dan penetapan hubungan hukum antara orang dengan hutan, serta
mengatur perbuatan-perbuatan hukum mengenai kehutanan. Pengelolaan hutan
berbasis masyarakat perlu ditingkatkan secara lebih sistematis dan intensif.
Peraturan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.83/MENLHK/SETJEN/KUM.1/10/ 2016
tentang Perhutanan Sosial, telah mengatur pola Perhutanan Sosial di wilayah
kerja Perum Perhutani namun masih diperlukan penyempurnaan ketatalaksanaan
berdasarkan kondisi lapangan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
PENGERTIAN
PERATURAN
MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.39/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2017
TENTANG PERHUTANAN SOSIAL DI WILAYAH KERJA PERUM PERHUTANI yang dimaksud dengan
Perhutanan Sosial adalah sistem pengelolaan hutan lestari yang dilaksanakan dalam
kawasan hutan negara yang dikelola oleh Perum Perhutani yang dilaksanakan oleh
masyarakat sebagai pelaku utama untuk meningkatkan kesejahteraannya,
keseimbangan lingkungan dan dinamika sosial budaya dalam bentuk izin
pemanfaatan hutan.
Pemanfaatan
Hutan adalah kegiatan untuk memanfaatkan kawasan hutan, memanfaatkan jasa
lingkungan, memanfaatkan hasil hutan kayu dan bukan kayu serta memungut hasil
hutan kayu dan bukan kayu secara optimal dan adil untuk kesejahteraan
masyarakat dengan tetap menjaga kelestariannya.
Izin Pemanfaatan Hutan Perhutanan Sosial yang
selanjutnya disebut IPHPS adalah usaha dalam bentuk pemanfaatan kawasan,
pemanfaatan hasil hutan kayu dalam hutan tanaman, pemanfaatan hasil hutan bukan
kayu dalam hutan tanaman, pemanfaatan air, pemanfaatan energi air, pemanfaatan
jasa wisata alam, pemanfaatan sarana wisata alam, pemanfaatan penyerapan karbon
di hutan produksi dan hutan lindung dan pemanfaatan penyimpanan karbon di hutan
lindung dan hutan produksi.
Masyarakat adalah Warga Negara Republik
Indonesia yang tinggal di sekitar kawasan hutan dibuktikan dengan Kartu Tanda
Penduduk dan Nomor Induk Kependudukan (NIK), atau yang telah memiliki riwayat
penggarapan dibuktikan dengan surat keterangan dari Ketua Kelompok masyarakat,
Ketua Kelompok Tani Hutan, atau Ketua Koperasi.
PELAKSANAAN
Perhutanan
Sosial dapat diberikan pada wilayah kerja dengan tutupan lahan yang terbuka
atau terdapat tegakan hutan kurang dari atau sama dengan 10% (sepuluh
perseratus) secara terus menerus dalam kurun waktu 5 (lima) tahun atau lebih.
Dalam hal terdapat kondisi sosial yang memerlukan penanganan secara khusus
dapat diberikan IPHPS pada areal yang terbuka dengan tegakan hutan di atas 10%
(sepuluh perseratus).
Kegiatan
dalam IPHPS meliputi:
1.
usaha pemanfaatan
kawasan;
2.
usaha pemanfaatan hasil
hutan kayu dalam hutan tanaman;
3.
usaha pemanfaatan hasil
hutan bukan kayu dalam hutan tanaman;
4.
usaha pemanfaatan air;
5.
usaha pemanfaatan energi
air;
6.
usaha pemanfaatan jasa
wisata alam;
7.
usaha pemanfaatan sarana
wisata alam;
8.
usaha pemanfaatan
penyerapan karbon di hutan produksi dan hutan lindung;
9.
usaha pemanfaatan
penyimpanan karbon di hutan produksi dan hutan lindung.
IPHPS dalam Hutan
Produksi pada lahan efektif untuk produksi dengan pola tanam:
a.
budidaya tanaman pokok
hutan seluas 50% (lima puluh perseratus);
b.
budidaya tanaman multi
guna/Multi Purpose Trees Species (MPTS) seluas 30% (tiga puluh
perseratus);
c.
budidaya tanaman semusim
seluas 20% (dua puluh perseratus).
·
Kegiatan budidaya MPTS dapat
dilaksanakan dalam bentuk jalur atau wana tani (Agroforestry).
·
Dalam hal dilaksanakan
kegiatan silvofishery, luas budidaya ikan/udang (tambak) paling banyak
seluas 30% (tiga puluh perseratus).
·
Dalam hal kegiatan silvopasture
(wana ternak), luas budidaya tanaman semusim seluas 20% (dua puluh
perseratus) dapat ditanami tanaman pakan ternak.
·
Kegiatan sebagaimana
dimaksud dapat dilaksanakan tumpang sari dengan tanaman semusim atau pakan
ternak.
IPHPS dalam hutan
lindung pada lahan efektif dengan pola tanam:
a.
tanaman kayu non fast growing species untuk perlindungan tanah dan air
seluas 20% (dua puluh perseratus);
b.
tanaman multi guna/Multi Purpose Trees Species (MPTS) seluas 80%
(delapan puluh perseratus);
c. tanaman di bawah tegakan berupa tanaman
selain jenis umbi-umbian dan/atau tanaman lainnya yang menyebabkan kerusakan
lahan.
Hasil
budidaya dapat dijual kepada BUMN dan/atau swasta.
Bagi
hasil dari keuntungan bersih IPHPS atas penjualan hasil budidaya diatur sebagai
berikut:
a.
untuk tanaman pokok
hutan 30% (tiga puluh perseratus) untuk Perum Perhutani dan 70% (tujuh puluh
perseratus) untuk pemegang IPHPS.
b.
Budidaya tanaman multi
guna/Multi PurposeTreesSpecies (MPTS) 20% (dua puluh perseratus) untuk
Perum Perhutani dan 80% (delapan puluh perseratus) untuk pemegang IPHPS.
c.
Budidaya tanaman semusim
dan ternak 10% (sepuluh perseratus) untuk Perum Perhutani dan 90% (sembilan
puluh perseratus) untuk pemegang IPHPS.
d.
Budidaya ikan/silvofishery/tambak
30% (tiga puluh perseratus) untuk Perum Perhutani dan 70% (tujuh puluh
perseratus) untuk pemegang IPHPS.
e.
Usaha jasa lingkungan
10% (sepuluh perseratus) untuk Perum Perhutani dan 90% (sembilan puluh
perseratus) untuk pemegang IPHPS.